Popular Post

Blogger templates

" Theater dan Bunga Misteri " via [http://janganbacaya.blogspot.com/]

Theater dan Bunga Misteri
"…senyum itu tak selamanya indah"
Okay, sebelumnya ini bukan artikel resmi – apalagi sampai turun cetak dan diterbitin di majalah. Ini ga lebih dari sekedar pandangan aja yang saya bentuk jadi cerita. Jadi di sini ga ada paksaan untuk percaya, setuju atau mendukung. Tapi kalau kita emang punya pandangan yang sama, ayo kita sama-sama mencari solusi yang kecil dan praktis, siapa tau itu bisa berarti banyak.
***
Mungkin di antara para Wota, fans, atau apapun namanya, udah sering dan ga asing denger nama Jiro – atau mungkin masih lebih kenal sama Balenk? Ya, Jiro-san ini saya kurang tau posisinya apa di JKT Official Team, yang jelas dia itu Boss-nya. Ada apa dengan si J-san ini? Menjawab pertanyaan “Ada apa” ini susah-susah gampang. Tapi saya akan coba bikin jawaban segampang mungkin.
Kemarin (26 Januari 2013), saya dapat pengalaman yang cukup berharga dan informatif. Seperti biasa, awalnya niat WL di Theater karena ga dapet email verifikasi. WL gagal, akhirnya saya nungguin temen saya yang orang JOT (JKT Official Team) juga. Saya tau kalau kemarin sore itu bakal diadain shooting untuk Team-J karena temen saya udah ngasih kabar di hari sebelumnya.
Singkatnya, proses shooting ini memakan waktu sampai hampir pagi (sekitar jam 4 pagi). Dan saya mau ga mau juga nungguin temen saya sampai jam segitu. Sekitar jam setengah satu, saya turun dari F5 ke depan JKT48 Theater. Duduk di situ, ngobrol sama security­-nya, dan di sini saya berhasil mendapat informasi cukup banyak.
***
J-san, sebagai Big-B tentunya memegang kendali penuh terhadap seluruh kegiatan manajemen JKT48. Begini, semalam saya hanya melihat sekumpulan orang-orang yang kelelahan di dalam JKT48 Theater. Ga peduli segaya apapun penampilan mereka, mukanya kusut, lecek! Dan berkali-kali dari mulut mereka cuma keluar keluhan capek.
Ya, para crew dan JOT kayaknya emang udah ga bisa lagi pura-pura pasang tampang cool dan sok galak kayak kalau lagi menghalau para Wota garis keras. Saya kebetulan sempat ikut salah satu security ngintip ke dalem stage untuk ngeliat prosesi shooting Setlist Pajamas Drive yang totalnya 16 lagu itu. Apa yang terlihat? Member yang terus berusaha mengulang take karena udah ga konsentrasi, crew yang mondar-mandir sambil ngeliat jam dan memasang muka lelah, temen saya pun berkali-kali harus menutup mulutnya yang keliatan menguap.
Security itu – saya lupa namanya, juga cuma bisa bilang, “Member pada tepar semua, Mas.”, diiringi gelengan kepala. Saya cuma tersenyum kecut sambil menahan desiran miris di dada. Kita berdua balik ke depan, ngobrol lagi. Obrolan keluar begitu aja, random, ga jelas – tapi begitu seru dan menarik. Dan beberapa kali kita masuk ke dalam topik manajemen JOT.
***
Kata-kata yang keluar dari security berkumis ini polos, jujur, tapi penuh hal yang mengejutkan. Dia bercerita panjang lebar, memberikan pandangan terhadap kegiatan yang selama ini berlangsung di JKT48. Saya emang bukan orang yang baru banget tau soal JKT48, apalagi temen saya juga seorang JOT. Tapi denger pendapat dari orang awam ini, saya kaget.
Awalnya saya cuma memancing dengan pertanyaan sederhana, “Yang ubanan itu Jiro ya, Pak?”. Kebetulan J-san baru aja melewati kami berdua, mungkin dia mau pulang – semoga. Dari situ si bapak security ini cerita. Dan dari percakapan kami, berikut yang bisa saya tangkap:
1. Untuk seukuran JKT48 yang punya nama dan fans di mana-mana, gaji mereka cuma sedikit lebih banyak dari UMR DKI Jakarta tahun 2012. Baru terhitung Januari 2013 ini mereka naik gaji jadi dua kali lipatnya. Sementara, gaji para petinggi – sebut aja si Balenk, katanya sampai sekitar 10 kali lipatnya – silakan itung sendiri berapa-berapanya.
2. Pembayaran gaji member keliatannya sering telat. Dua kali saya denger ada yang bilang gaji mereka telat dibayar sampai sebulan – sementara show terus berjalan.
3. Pembayaran gaji member keliatannya sering telat. Dua kali saya denger ada yang bilang gaji mereka telat dibayar sampai sebulan – sementara show terus berjalan.
4. Segala pendapatan, dari show, iklan atau penjualan SWAG masuk ke pihak manajemen dengan pembagian yang kayaknya juga ga jelas – mengingat para member ini belum punya kontrak. Padahal, pendapatan stand SWAG sendiri bisa lebih dari 50 juta sehari.
5. Kasus graduate tertentu, kayak Cleo atau Ochi, besar kemungkinan berawal dari persoalan gaji atau kebijakan dan kinerja J-san yang ga memuaskan di mata ortu kedua member itu.
6. Dulu ortu member yang mau nonton show tetep harus bayar kayak yang lain. Alhamdulillah sekarang udah gratis. Dan itu juga bisa gratis karena banyak protes dari member.
7. Persetujuan proposal show yang berbelit. Pihak JOT terlalu banyak maunya. Mungkin itu sebabnya JKT48 jarang tur ke luar kota, ga ada yang mampu memenuhi persyaratan yang diajuin JOT karena terlalu mahal.
8. J-san orang yang terlalu praktis tapi ga efisien – mungkin lebih cocok disebut “semaunya sendiri”. Kalau malam itu dia minta sesuatu dan besok paginya harus selesai, maka itu yang harus terjadi.
9. J-san terkesan ga peduli sama segala tudingan negatif soal kinerjanya. Selama dia masih punya sesuatu yang bisa menghasilkan uang untuk dia – para member, dia bakal tetep tenang-tenang dan seneng-seneng aja.
10. Dan J-san mengerti bahasa Indonesia. Ini kayak pedang bermata dua. Dalam satu sisi komunikasi bisa berjalan lancar, tapi di sisi lain pasti susah untuk ngomongin J-san.
Ada sepuluh poin – kurang lebih. Bukan masalah jumlah poinnya, tapi besarnya pengaruh yang dihasilkan dari poin tersebut. Contoh paling kecil, ya seperti poin nomer lima, member bakal graduate. Satu, dua, tiga orang mungkin keliatan dikit dari total member Team-J yang semula ada 24 orang. Tapi kalau ini ga segera dihentikan? Silakan difikir dan dijawab sendiri.
Bahkan kemarin saya liat beberapa ortu member keluar dari lorong Theater dengan wajah kesal. Ada sekitar empat orang saya hitung, salah satunya ada ibunya Beby dan ibunya Shanju. Seorang laki-laki – entah ayahnya siapa, terlihat yang paling emosi. Sepanjang jalan menuju lorong lift dia terus ngomel-ngomel. Intinya dia marah karena ga dikabarin kalau shooting­-nya itu sampai jam segini (sekitar setengah satu pagi) belum selesai, apalagi nanti paginya mereka harus show lagi di Dahsyat, dan siangnya mereka ada show juga di Idola Cilik. Rena, cuma bisa diem waktu dimarahin ibunya di lorong lift sekitar jam dua. Saya ga tau apa isi percakapan mereka karena pakai bahasa Jepang.
***
Semakin pagi, suasana semakin tegang dan semakin ngantuk. Dan itu memperlambat proses shooting yang berjalan. Ya, semua udah capek, ngantuk, kedinginan, laper, mungkin juga badannya lengket karena belum kena air. Ortu member yang pulang juga makin banyak. Mereka milih pulang dan ninggalin member untuk nginep di Theater. Baru besok paginya mereka nyusul ke studio RCTI.
Obrolan saya masih berlanjut, sambil diiringi backsound lagu-lagu dari setlist Pajamas Drive – yang sesekali diulang karena kemungkinan besar para member tampil kurang maksimal. Beberapa crew yang keluar menjawab tinggal tiga lagu lagi, tapi mereka ga berani mastiin sampai jam berapa. Saya liat security yang satu lagi udah tidur dibalik stand SWAG.
Ga lama saya turun untuk ngopi bareng Pak Kumis ini. Sekarang topik obrolan meluas, tapi saya coba pancing lagi ke arah JOT – berhasil. Dia bilang, “Sebetulnya menurut saya member itu kasian lho, Mas. Gini, coba sampeyan bayangin, mereka kerja sampe kayak gitu, cuma digaji segitu, telat lagi. Yang manajernya ga ngapa-ngapain malah gajinya gede banget. Yang capek siapa, yang kaya siapa.”.
Dia nyeruput kopi sebentar – dan lanjut ngomong lagi. “Padahal seandainya mereka keluar terus ikut main film, sinetron atau semacamnya gitu saya yakin gajinya lebih besar lho, Mas. Dan tentunya ga secapek ini, karena ada manajer, kan. Lha, yang sekarang ini manajer mereka siapa? Paling orang tuanya. Jiro itu udah jelas nganggep mereka kayak mesin duitnya dia, Mas.”
“Pernah, Mas waktu itu dia nyuruh ngecat tembok depan Theater. Nyuruhnya malem, tapi maunya pagi udah kelar. Wah, Mas! Itu yang namanya kipas angin kita pasang semua biar cepet kering! Bau catnya kemana-mana! Kacau itu orang. Kayaknya dendam banget itu orang Jepang sama kita.”, Pak Kumis terus berceloteh.
Intinya, J-san ini lagi melakukan perbudakan – yang berkedok dunia hiburan, entertainment, Idol atau apapun namanya. Bahkan orang awam kayak salah satu temen saya juga bisa liat itu. Para member ini pastinya sadar kalau mereka udah terjebak. Mereka menderita – mungkin. Tapi mereka ga bisa ngapa-ngapain selain menikmati penderitaannya – atau keluar dan meninggalkan embel-embel “JKT48”.
Saya masih inget sekitar jam setengah dua, ga sengaja pintu staff kebuka. Dari dalem saya denger ada yang teriak “Woi, capek, nih! Capeeek!”, yang kemudian saya tau itu Melody. Itu pasti cuma sebagian teriakan yang berhasil keluar dari mulut mereka. Selebihnya, mereka harus menelan lagi semua. Atau, kejadian seperti Oshi saya – Ghaida, akan terulang.
Di taksi, saya sempet nyeletuk ke temen saya yang JOT itu, “Parah, ya si Jiro. Maksud gw, mereka itu cewek, bukan kuli! Ga heran Cleo sama Ochi graduate… Untung kejadian kayak gini ga sering.”. Temen saya sambil terkantuk-kantuk nimpalin omongan saya, “Kalo sering pada graduate semua, Yud.”. Saya diem sambil mengangguk pelan.
***
Jadi siapa yang harus disalahkan sekarang – atau nanti kalau yang dibilang temen saya itu kejadian? J-san, kah? Sebagai pemegang kendali teratas, semua kesalahan pasti tertuju ke dia. Semua kemarahan, kebencian. Bahkan saya sendiri saking gemesnya sampai nyeletuk, “Pengen gw ajak gelut si Jiro, hahahaha…”. J-san serta-merta jadi public enemy #1.
Tapi apa cuma dia? Gimana dengan anggota JOT lain yang punya jabatan cukup tinggi. Apa mereka ga merasa bersalah – atau kasian? Apa mereka ga pernah sesekali mendengar keluhan para member – yang membuat saya keinget sama topik MC beberapa show lalu, “Kira-kira kalau member jadi JOT bakal mau ngapain?”. Dan Melody memberi jawaban sangat baik – nyamar jadi member atau fans, biar bisa tau keluhan mereka, jadi semua bisa lebih baik.
Kode, kah? Curhat, kah? Kenyataan, kah? Kalau kita melihat dan mendengar kata tersebut keluar dari bibir indah seorang perempuan berusia 20 – 21 tahun yang cantik, mungkin kita ga berfikir ke arah situ. Atau mungkin kita berfikir tapi seketika itu juga ilang dan teralihkan sama wajah-wajah dan suara indah member yang lain.
Tapi saya, seorang fans, Wota – apalah sebutannya, yang juga merangkap sebagai jurnalis, sangat bersyukur, Alhamdulillah, bisa ngobrol dengan tiga member dalam sesi wawancara untuk artikel majalah saya. Saya memperhatikan betul setiap jawaban mereka, mencoba merasakan lelah dan tekanan yang mereka alami. Mereka persis seperti lagu “Boku no Sakura” – perlahan rontok.
Belum lagi cerita-cerita dari temen saya yang setiap hari ada di back stage, saya yang cowok harus berkali-kali ngelus dada sambil menyaut “Serius lo?!” dengan nada tinggi karena hal-hal yang sangat ga masuk akal – ga manusiawi. Semakin ke sini saya sering berfikir, “Apa mereka bakal bisa jadi seperti yang diharapkan? Mungkin sekarang mereka masih berusaha bertahan. Tapi sampai kapan? Dan pihak JOT, apa mereka sadar sama apa yang mereka lakukan? Apa mereka tau kalau mereka lagi menanam bow waktu di dalam tubuh JKT48? Dan saat bom meledak, apa yang bakal mereka lakuin? Berdiam diri, meninggalkan JKT48 yang tinggal jadi nama? Dan para fans zombie itu, apa mereka pernah berfikir gimana penderitaan para member – yang suatu saat bakal bikin kalian ngerti dan belajar cara mendukung dan nge-fans yang baik.”.
Nge-fans yang baik? Ya, karena beberapa fans salah mengartikan kata “mendukung” dan menjadi brutal. Kebanyakan dari kita rela antre lama, ngeluarin dana banyak untuk nonton mereka dan dapet sesuatu yang menyenangkan. Kita ingin mereka selalu senyum untuk kita, mambalas lambaian tangan kita, menoleh waktu kita panggil dan hal-hal kecil yang begitu ngebosenin dan melelahkan untuk member – yang pasti kita ga sadar, atau sengaja ga mau kita sadari.
***
Kehadiran Gen-2, JKT48-Trainee atau KKS (Kenkyuusei), mungkin bisa jadi sedikit angin segar untuk kita dan mereka – Team-J. Tapi kalau manajemen ga segera dibenahi, J-san ga segera sadar, JOT ga mau peduli, lagi-lagi semua tinggal nunggu waktu. Dan slogan “Tumbuh bersama fans” akan berubah jadi “Hancur tanpa fans”. Ini bukan pernyataan apatis atau skeptis, ini hanya gambaran betapa mereka-mereka yang merasa punya kepentingan dan kendali atas JKT48 harus segera berbenah.
Selama ini satu-satunya hal yang bisa membuat member tersenyum adalah dukungan para fans. Bahkan dalam wawancara saya, mereka menegaskan kalau dukungan fans itu semangat untuk mereka. Ya, saya – kita sebagai fans, apa yang bisa kita lakukan? Mendukung mereka? Pasti! Tapi apa cuma sebatas itu yang bisa kita berikan sebagai fans? Apa itu yang dimaksud tumbuh bersama fans? Kalau memang begitu, yang saya rasakan adalah kita – para fans, Wota secara ga langsung diperas sama J-san, JOT.
Ini bukan cuma tentang HTM yang berubah, sama sekali bukan. Bahkan pengiriman dan pelayanan dari Rakuten yang beberapa kali berakhir dengan komplain, nyata-nyata bukan jadi masalah dan penghalang. Stand SWAG ga pernah kosong, Rakuten kebanjiran email. Tapi bukan itu yang saya maksud. Yang saya maksud adalah peran serta yang aktif dari fans untuk bisa dilibatkan secara langsung dalam memutuskan – atau setidaknya menilai lalu memberi feedback tentang kebijakan apapun yang sudah, sedang, dan akan diberlakukan dalam JKT48.
Tapi nyatanya itu semua ga terjadi, belum – atau ga akan pernah. Kita cuma diberi kekuasaan dan kebebasan untuk memilih Oshi, Oshihen, mendukung mereka, mengeluarkan uang untuk menonton mereka, dan mengoleksi SWAG – yang hasil pendapatannya pun entah menguap ke kantong siapa. Member dan fans itu tumbuh bersama, bernasib serupa, cuma dalam situasi dan tempat yang berbeda. Satu-satunya yang membedakan kita sama member adalah: Ga ada yang menekan dan mengendalikan kita. Ga ada yang mengambil waktu dan merampas kebebasan kita.
Percayalah, dibalik senyum manis, suara lembut, kerlingan “mematikan”, dan gerakan gemulai para member, mereka menangis. Bukan karena sakit secara harfiah, melainkan bentuk dari kelelahan, keraguan, kesedihan, kekesalan yang bercampur jadi satu dan harus dipaksa meluap lewat cara yang lebih elegan. Bahkan untuk meluapkan emosi dan eskpresi, mereka masih harus berhadapan dengan paksaan.
***
Di balik JKT48 Theater yang begitu riuh, terang, dipenuhi wajah gembira para pemegang email verifikasi, diiringi harap cemas para penghuni waiting list, ada banyak misteri dan teka-teki yang selalu jadi rahasia. Rahasia yang disimpan begitu rapih dalam gelapnya suasana Theater saat show berakhir, di bawah bayangan poni para member yang samar-samar menutupi wajah mereka dengan mata yang menatap nanar – mengisyaratkan lelah yang teramat-sangat. Sementara hati mereka, terus berusaha menyalakan api semangat dan berharap untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
Tulisan ini mungkin menyimpang jauh dari topik J-san. Tapi mau gimana lagi? Kenyataannya semua emang saling terkait – dan terlanjur menyebar luas. Sekali lagi, ini cuma pandangan saya atas info-info yang saya dengar, saya liat, dengan mata dan telinga saya sendiri. Kalian percaya, silakan. Ga percaya, saya ga heran. Ini juga bukan tulisan ilmiah yang inspiratif, jadi ga perlu repot memutar otak. Tapi kalau kalian selesai membaca dan mengangguk-angguk, mungkin kita punya pandangan – atau pengalaman yang sama, dan terimakasih untuk setiap waktu kalian yang terbuang.

 

Theater dan Bunga Misteri (part 2)

Theater dan Bunga Misteri (part 2)
"…permainan ini terlalu menyenangkan"

Kalau yang udah pernah baca judul serupa sebelumnya, judul yang ini emang sambungannya. Mungkin dari isinya agak berbeda, tapi masih membahas kejadian-kejadian di JKT48 Theater dan sekitarnya. Selalu ada sesuatu yang menarik untuk diangkat dari tempat ini dan kelakuan para penghuninya.

Agak gatal rasanya baca isue yang berkembang pesat di b-log pusat. Ya, beberapa hari lalu nama “Golden Boy” kembali muncul di permukaan. Sebelumnya – entah kapan, nama ini cukup eksis, dan kemudian menghilang. Sebenarnya apa, sih yang bikin doi jadi pusat perhatian?
***
Okay, kemarinan lagi populer istilah “Mafia Theater”. Apaan, sih itu? Kalau saya, sih ngartiin secara singkat, yaitu orang yang suka seenaknya sendiri di Theater. Seenaknya ngapain? Ya ngapain aja, mulai dari urusan tiket, kursi, beli photo pack (PP), merchandise. Yang model begini ini pantesnya diseret rame-rame keluar Fx.

Saksi mata udah banyak. Banget malahan. Dan saya sendiri juga pernah liat dengan mata-kepala sendiri kelakuan si Golden Boy ini. Cuma saya nggak puas kalau cuma denger dari para fans – yang kebetulan para korban juga. Mulailah saya mengumpulkan data dan fakta. Dari siapa? Siapa lagi kalau bukan dari orang yang terkait.

Kemarin diniatin pulang malem, bukan untuk Demachi, tapi untuk bisa “ngobrol” sama si bapak yang di cerita saya sebelumnya. Pertanyaan pertama melipir-melipir dulu cari celah. Ternyata kali ini nggak perlu lama-lama soalnya si bapaknya udah faham. Lalu munculah percakapan itu.

Maksud Mas Yudi yang kalau pake topi ke atas itu, kan? Saya juga nggak suka sama dia. Gayanya sok banget!”. Saya cuma nyengir sambil ngangguk-ngangguk aja. Biar makin panas, saya sengaja mancing dengan bilang, “Saya kalau ketemu dia sendirian di luar area Fx, udah saya hajar itu, Pak!”.

Saya cerita soal kecurangan yang sering dia lakuin, terutama urusan tiket dan kursi. Kalau untuk urusan tiket, si bapak ini nggak begitu tau ternyata. “Kalau untuk urusan tiket terus terang saya nggak gitu tau, Mas. Cuma yang saya tau, dia selalu beli yang hijau, pake kartu pelajar.”. Kontan pernyataan itu menimbulkan pertanyaan untuk saya. Kartu pelajar tahun berapa yang dipakai?

“Waktu itu saya sempat liat, sih tahun 94, Mas. Cuma sama orang ticketing-nya dibiarin, yaudah.”. Mehh… Tahun 94. Berarti umur dia sekarang sekitar 18 – 19 tahun. Lagipula bukannya yang berlaku itu kartu pelajar yang tahun 95 ke atas? Kecurangan pertama terbukti sudah. Si Bapak pun komentar lagi, “Saya sebetulnya juga heran, Mas. Tapi karena didiemin, ya saya juga nggak bisa apa-apa.”.
**
Selain si Golden Boy ini, ternyata masih ada 1 – 2 orang yang entah dengan sengaja atau gimana, melakukan pelanggaran. Saya dan beberapa teman saya menjuluki dia si orang Jepun. Dia ini rajin banget dan kayaknya nggak pernah absen Theater, seenggaknya untuk yang show RKJ.

Berhubung dia (kayaknya) WNA, jadi dia bisa tiga kali apply tiket, OFC FAR, OFC, dan General. Bukan ini yang jadi masalah, tapi soal tagging kursi. Semua terjadi ketika orang ini ikut di antrian WL. Seinget saya waktu itu hari Minggu, pas ada sign event OFC. Logikanya, WL itu masuk paling akhir, dan pastinya dapet tempat paling belakang. Tapi orang ini bisa duduk di row tiga, tempat khusus pemegang tiket FAR.

Beberapa temen saya cerita, terutama yang posisinya nggak jauh dari orang Jepun ini pas kejadian berlangsung. Saya coba cross-check sama si Bapak, dan ceritanya emang cocok. Jadi orang Jepun ini udah “titip” kursi sama temennya, di mana temennya beli dua tiket; satu untuk dia, satu lagi untuk anaknya. Nah, begitu orang Jepun ini masuk, anaknya dipangku, dan kursinya dikasih ke si orang Jepun. Pihak security juga nggak bisa menindak, soalnya si anak punya tiket. Punya tiket = dapet jatah kursi.

“Kalau udah di dalem gitu suka diperiksain lagi nggak sih, Pak? Terutama yang suka pindah-pindah dari biru ke hijau atau sebaliknya. Terus yang ngedudukin bangku FAR juga.”. Sambil nunggu si Bapak jawab, tiba-tiba saya kefikiran; di dalem, kan gelap. Mau diperiksa juga kayaknya nggak keliatan warna tiketnya. “Sebetulnya kalau ada yang protes kita pasti tindak, Mas. Cuma kalau untuk kemarin, ya itu tadi. Kita nggak bisa apa-apa karena si anaknya ada tiket juga.”.

“Padahal sebetulnya kalau mau dapet Bingo pertama gampang aja caranya, Mas. Sampeyan minta sama mbak ticketing-nya jangan ditulis nomer. Terus sampeyan bawa spidol merah, nanti pas dipanggil yang pertama berapa, buru-buru sampeyan tulis. Tapi kalau dikasih sama mbak ticketing-nya, lho.”, kata si Bapak sambil ngerokok

***
“Untuk urusan ticket terus terang saya nggak berani, Mas. Soalnya salah satu temen kita udah ada yang dipecat gara-gara soal ini. Kejadiannya baru aja, Sabtu kemarin kalau nggak salah.”.Saya kontan langsung tanya siapa yang dipecat dan kenapa. Si Bapak jawab, “Si S, Mas. Padahal dia masih baru di sini. Dan sebetulnya bukan salah dia juga, sih. Kasian saya sebetulnya.”.

Abis panjang lebar si Bapak cerita, saya sepakat kalau emang bukan si Mas S yang salah. Dia Cuma jadi korban nasib sial yang kebetulan lewat aja. Oia, saya sendiri juga cukup deket sama si Mas S ini. Dia cukup asik dan baik. Saya nggak mungkin lupa jasa dia yang udah mempertemukan saya dan teman saya sama Oshi.

"Kalo bagian ticketing yang dulu emang ada, Mas. Parah banget itu. Orang mau masuk main disuruh masuk aja. Dia bantuin tapi untuk dirinya sendiri, maksudnya masuk kantong sendiri.". Denger si Bapak bilang gitu, saya nggak bisa bayangin berapa besar kerugian JOT karena orang ini. “Gila ya, Pak. Saya faham, sih segimana pengennya mereka nonton. Cuma apa harus kayak gitu? Kadang suka kasian dan heran aja.".

Waktu udah sekitar jam 12, saya dan si Bapak masih anteng duduk di depan Theater. Suasana yang beda banget kalo dibandingin saat antrian verif dan Bingo berlangsung. Saya nyeletuk lagi, “Terus urusan tiket gitu apa pihak JOT juga tau? Mereka ada ngelakuin tindakan apa gitu, nggak?". Si Bapak jawab, “Oh, Mas Yudi coba aja lapor sama Mbak P atau Mas F. Nanti pasti bakal diproses sama mereka. Soalnya setiap kali ada keluhan gitu, pasti bakal dibahas di rapat.".

"Mbak P sendiri juga bilang kalo dia punya mata-mata dari fans. Jadi dia sebetulnya cukup update sama keadaan di sini.", lanjut si Bapak. Cukup jitu, menempatkan mata-mata – yang mungkin juga Wota, di antara Wota lainnya. Dan soal dibahas di rapat, saya kurang faham rapat seperti apa, siapa yang menghadiri dan dilakukan di mana. Dan kenapa saya nggak menemukan kotak saran di area Theater?

Tiba-tiba si Bapak lanjut ngomong lagi. Yang ternyata isinya menjawab rasa penasaran soal aktivitas ilegal di depan mata saya beberapa minggu lalu. “Kalau photo pack saya bisa, Mas. Tapi, ya jujur aja, saya minta bagian untuk jasa juga. Banyak yang titip, Mas. Katakan beli lima pack, minta Melody sekian, Nabilah sekian. Pokoknya tinggal dicatet aja.”.

Saya bengong, jujur aja pengen juga kayak gitu, hahahaha… Seolah tahu isi fikiran saya, si Bapak nerusin lagi, “Nanti saya tinggal bilang sama anak merchandise mau milih foto. Yaudah, sama mereka disuruh ambil sendiri.”. Sayangnya si Bapak nggak nyebutin berapa “tarif" yang harus dibayar untuk memakai jasanya. Saya mau tanya juga nggak enak, hahahaha…
***
Saya pribadi males komentar, ya kalo untuk urusan PP. Soalnya menurut saya itu nggak terlalu ngaruh. Mau dapet PP-nya siapa, tinggal ikutan trading aja. Modal dengkul sama SKSD doang, kok. Asal sabar pasti bisa dapet PP yang dicari. Kadang emang nggak bisa sehari langsung dapet, sih. Saya aja butuh waktu dua kali nge-trade sampe dapet formasi PP yang bener-bener sreg.

Cuma kalo untuk urusan tiket dan kursi, rasanya emang cukup krusial dan pantas diperdebatkan. Apalagi ada yang bilang kalo beberapa orang sering “ngekor" sama orang tua member untuk bisa masuk Theater gratis. Ah, gimana saya harus berkomentar di kasus yang ini? Apa emang hal itu udah lumrah, mengingat status mereka sebagai orang tua member?

"Iya, Mas. Beberapa emang ada yang begitu. Tapi sekali lagi saya kurang tau untuk urusan ticketing. Biasanya yang ngurus ticket untuk orang tua member itu Mas F. Dan memang betul ada jatahnya.", ujar si Bapak. “Tapi saya sering denger dan liat, ada salah satu orang tua member yang suka ngajak orang lain masuk. Saya nggak tau, sih itu siapa.", saya mencoba memancing. “Waktu itu saya sempat denger, dia ngomong kalo itu sodaranya. Tapi saya juga nggak tau, mas.".
Jadi enak, ya kalo deket sama orang tua member. Bisa nebeng bareng masuk Theater, nggak bayar. Tinggal bilang kalo mereka sodara atau kolega, beres semuanya. Nggak heran kalo beberapa waktu lalu menyeruak banyak kasus zombie yang nggak minta diwaro sama member, tapi sama orang tuanya.
Lain tiket Theater, lain lagi tiket untuk event OFC. Untuk yang satu ini temennya temen saya yang kena sialnya. Niat mau beli beberapa tiket, tapi dibilang sama orang merchandise udah abis. Giliran si Golden Boy yang dateng, pesen lima tiket, dikasih. Yah, katanya, sih doi ngasih harga lebih. Tapi terus terang itu nyebelin. Apalagi kejadiannya terang-terangan di depan mata.

***
Selalu dan selalu ada istilah orang dalam. Tentunya kekonyolan dalam cerita di atas hanya sebagian kecil dari semua yang terjadi. Satu hal yang pasti, banyak orang yang membutuhkan jasa mereka, tapi lebih banyak orang yang membenci. Dan setiap semua show berakhir, mereka mulai membuka jubah dan topengnya. Berjalan menuju lift dengan terburu dan menghilang dari area Theater. Kapan semuanya terkuak? Mungkin nanti – suatu saat, yang tak akan pernah kita tahu.

Hampir jam satu malam, dan saat saya mau pamit tiba-tiba dua orang wardrobe keluar dari dalam Theater. Rupanya mereka yang ditunggu si Bapak. Pas lagi absen mereka sempat bercanda, “Lho, belum pulang, Pak? Awas, lho nanti digangguin, hahahaha…". Kata-kata terakhir mereka menarik perhatian saya. Dan hasrat untuk memancing pun keluar, “Digangguin kayak kejadian beberapa hari lalu, Mbak?". Mereka ngeliat saya dengan tatapan bingung. “Iya, Mas. Masnya tau? Bisa liat, ya?". Saya cuma senyum.


Theater dan Bunga Misteri (part 3)

Theater dan Bunga Misteri (part 3)
"…tak terlihat bukan berarti tak nyata"

Postingan yang ini sedikit-banyak ada keterkaitan dengan postingan sebelumnya. Ya, di bagian akhir saya sempat mengutip sedikit percakapan dengan orang wardrobe, dan di sini saya akan mencoba menjelaskan maksudnya. Masih seputar JKT48 Theater beserta para penghuninya. Tapi penghuni yang ini agak berbeda.

Mungkin yang akan dibahas nanti sedikit di luar nalar, jadi saya nggak maksa untuk pada percaya. Anggep aja ini sebagai info tambahan dan gambaran, kalau sebetulnya kita semua itu lagi diawasi oleh - entah siapa dan di mana.

***
Coba, yang ngaku dirinya Wota atau Woti atau Sasuga, Sekaimen, apalah itu; kalian pernah tau asal-usul ruang JKT48 Theater? Kayaknya hampir semua orang yang saya tanya soal ini pasti pasang wajah bingung, alias nggak ngerti. Bahkan para petinggi-petingginya juga cuma mengeryitkan dahi pas iseng saya tanya.

Jadi ruangan apa yang akhirnya disulap sedemikian rupa menjadi JKT48 Theater? Kalau ada yang tau, mungkin nanti bisa sedikit berbagi info lewat kolom comment di bawah. Karena terus terang, saya sendiri sebelum terjerat tali-tali Idoling ini hampir nggak pernah ke FX. Cuma beberapa kali dan itu juga cuma sebentar.

Berangkat dari rasa penasaran yang bisa dibilang nggak penting ini, saya nyoba cari info. Orang yang saya tanya pertama kali udah pasti si “bapak". Beliau emang belum lama kerja di situ, tapi sebagai orang yang cukup sering jaga dan nginep di Theater, pasti ada beberapa pengalaman yang “menarik".

"Terus terang saya juga nggak tau, Mas Yudi. Tapi ini menurut saya, lho. Gini, kalau menurut saya, kayaknya di sini itu ada semacam aura yang sifatnya menarik, Mas. Karena gini, saya perhatikan orang yang baru pertama dateng, pasti besoknya bakal dateng terus.". Saya dengerin sambil ngangguk-ngangguk.
Kata-kata si bapak, meskipun bisa dianggap kebetulan, tapi rasanya bener juga. Sementara ini anggaplah kalau mereka itu ketagihan sama penampilan para member. Logikanya, sering ketemu = jadi bosen. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, sering ketemu = makin nagih. Padahal, ya yang ditampilkan juga nggak relatif sama.

"Hmm… Iya juga, ya. Tapi bapak pernah ngerasa ada yang aneh-aneh, nggak? Kan bapak udah beberapa kali nginep sini.", saya coba melempar umpan. “Saya terus terang nggak pernah liat sih, Mas. Tapi yang lainnya, sih katanya sering denger-denger dan liat. Nggak tau juga, sih. Saya buktinya tidur, ya enak-enak aja.".

"Tapi Mas Yudi pernah merhatiin, nggak? Kayaknya yang Gen-2 itu kalau dibandingin sama yang Team J kalah jauh, ya?". Saya terus terang agak kaget ditanya kayak gitu. Soalnya waktu itu saya baru berapa kali nonton KKS, jadi belum tau, apalagi kenal gimana mereka. “Yah, kan mereka masih baru, pak. Wajar, sih. Nanti juga berubah lama-lama.", saya jawab sekenanya.




***




Beberapa kali saya liat jam, udah cukup malem. Untungnya waktu itu saya naik sepeda, jadi nggak bingung mikirin gimana pulangnya. Dari topik yang udah terbentuk, saya coba masuk lebih dalem lagi. “Pak, kemarin bapak liat si ****** pas lagi perform? Yang tiba-tiba dia masuk backstage dan akhirnya nggak balik ke stage sampe akhir?", pancingan kedua masuk.

"Oh, iya saya liat, Mas. Itu kenapa ya? Mas Yudi tau?", tanya si bapak. Ternyata umpannya malah mental ke saya. “Kemarin, sih saya tanya ke anu katanya dia ketempelan, pak. Dan katanya udah cukup sering kejadadian.. Si bapak agak diam pas denger kata-kata saya. Diamnya si bapak seolah menunjukkan kalau emang ada sesuatu di belakang sana.

Marilah kita lompat ke beberapa hari setelah percakapan saya sama si bapak terjadi. Malem itu kebetulan saya lagi pulang bareng sama temen saya yang orang staff. Kita ceritanya mau makan dulu sebelum balik. Pas lagi asik makan ada satu orang staff lagi yang nyusul, saya kenal juga, sih. Dia ikutan mesen makanan dan ngobrol bareng.

Dia tiba-tiba nyeletuk, Eh, kemarin si ****** kenapa lagi itu? Kok kayaknya dia sering banget kena, ya?. Saya diam, menanti tanggapan dari temen saya dulu. Temen saya jawab, Yah, ini juga lagi dibahas. Pas banget lo dateng.. Denger respon begitu saya jadi pengen nyambung juga. Hmm Jadi gini, katanya salah satu CASS, di situ emang kayak ada semacam aura. Baik, sih tapinya. Tapi ga tau juga, deh…”.

Si anu nimpalin, Serius lo? Kalau emang ada masa kita-kita nggak dikasitau. Gw rasa bukan itu, deh. Soalnya kalau emang ada yang kayak gitu pasti semua staff dikasitau.. Saya diam lagi sambil dengerin. Temen saya nyambung, Eh, tapi pasca kejadian itu si botak langsung ngebersihin semuanya, lho! Malem itu juga langsung manggil orang.. Wow! Saya agak kaget dengernya. Ternyata sampe seserius itu kasusnya.




***




Balik lagi ke obrolan saya sama orang wardrobe yang saya ceritain di akhir postingan sebelumnya. Ya, si mbak-mbak dua ini kaget kenapa saya bisa tau soal ******. Dia emang ada keturunan bisa liat kayak gitu, mbak. Kalau nggak salah dari ayahnya. Yang saya denger, sih gitu.. Mereka ngangguk-ngangguk sambil bergumam nggak percaya. Iya, mas. Dia sering banget, lho kayak gitu. Kita udah serem aja kalau dia begitu. Teriak-teriak, marah, ngelawan. Takut sendiri jadinya.. Saya cuma senyum.

Balik lagi ke obrolan kaki lima. Saya iseng tanya ke mereka, Emang kalian berdua yakin nggak ada ritual khusus sebelum mulai show? Yah, apa gitu Atau mungkin ada ruangan yang nggak boleh dimasukin? Orang Jepang, kan terkenal sama gitu-gitunya.. Mereka semua menengadah, melihat ke atas untuk mencari jawaban. Lalu si anu jawab, Kalau ritual, sih palingan doa bareng. Nggak ada yang aneh-aneh.. Tapi temen saya nyaut, Eh, tapi ada, deh satu ruangan yang nggak boleh dimasukin sama siapapun, termasuk sama yang orang-orang Jepang itu..

Lucunya lagi, ternyata yang sering ketempelan itu nggak cuma satu orang. Ada member lain selain ****** yang jadi langganan ditempelin sama penghuni Theater. Si **** juga sering tau, yud. Coba aja lo perhatiin, deh. Mungkin kalau di stage nggak terlalu keliatan. Tapi di backstage dia suka senyum-senyum dan nyengir sendiri. Orangnya suka bengong, sih! Kadang sampe diingetin biar nggak bengong tapi tetep aja.. Jadi ngebayangin, kalo sekitar 16 member yang tampil waktu itu ketempelan massal, kira-kira bakal jadi apa, ya?

Dan ada kejadian yang cukup unik. Saya selalu ngingetin satu hal; sebelum, di pertengahan atau setelah lagu Hikoukigumo pasti ada beberapa member yang tiba-tiba collapse. Biasanya di lagu Ano koro no Sneaker mereka balik lagi, tapi ada yang langganan nggak balik, bahkan sampai sesi Hi-touch. Dan kejadian ini nggak cuma sekali dua kali, lho. Pernah waktu itu dalam seminggu ada kejadian kayak gini hampir di semua show RKJ. Gantian aja yang kena, penyebabnya juga macem-macem. Pantaslah kalau saya dkk menjuluki Hikoukigumo itu lagu keramat.




***




Jauh setelah semua percakapan di atas, saya dan #van bahkah sempat melihat sendiri kehebohan yang terjadi karena penghuni Theater yang satu ini. Waktu itu kalau nggak salah abis Event Handshake kita berdua masih nonton bola di tv layar super lebar yang ada di F4. Lagi asik-asiknya nonton, tiba-tiba ada yang keluar dari pintu staff. Keluarnya pun bukan keluar gitu aja, tapi sambil nangis-nangis. Mau nggak mau kita langsung ngeliat ke arah mereka.

Si member ini keluar dan langsung disusul sama tiga orang staff, salah satunya temennya temen saya yang di atas tadi saya sebutin. Mereka lagi ngebujuk dan menenangkan tangisnya si member ini. Dan nggak lama akhirnya mereka pada masuk lagi. Kita berdua cuma liat-liatan aja. #vans ngira ada kericuhan di dalam, tapi saya nggak sependapat. Soalnya saya tau apa yang sebetulnya terjadi. Cuma waktu itu saya masih belum mau cerita.

Sebetulnya agak susah mencari pembenaran logika untuk persoalan kayak gini. Tapi biar gimanapun semua tempat pasti punya misteri dan rahasianya sendiri. Kalau saya harus menarik sebuah logika, yang muncul di kepala saya adalah, area backstage yang sempit, dihuni oleh sekitar 20 perempuan. Tergesa dengan waktu, jadi selalu ditinggal dalam keadaan berantakkan dan nggak terurus. Belum lagi kalau mereka lagi period time. Yah, kalian faham maksud saya, lah.

Sampai saat ini kejadian di atas emang masih terjadi sekitaran backstage aja. Entahlah apa jadinya kalau semua sampai melebar ke arena fans. Agak nggak lucu kalau pas lagi berlangsungnya show tiba-tiba seisi ruangan pada ketempelan semua. Bukan nggak mungkin, sih. Mengingat di dalem Theater sendiri kondisinya lebih sering gelap-gelapan, agak berdebu, sering kotor dan bikin sumpek.




***




Jadi tanpa kita sadari, di antara riuhnya chanting dan member call, ada mereka, para penghuni lain yang memperhatikan kesibukan kita. Bersembunyi di lipatan-lipatan tirai yang hanya terbuka saat siang hari. Mungkin mereka terlalu merasa kesepian, hingga kadang terpaksa menunjukkan kehadirannya di hadapan orang yang kurang tepat dan berakhir dengan kekacauan.

Kadang memang diperlukan sedikit rasa nggak percaya untuk menghindari halusinasi berlebih. Karena ketika kita percaya, maka kita telah mengizinkan otak kita berfikir bahwa semua yang dilihat dan didengar itu benar adanya. Karena kembali lagi, semua hanya akan berakhir di obrolan pinggir jalan. Dan kadang dari sanalah semua informasi berawal dan bisa dikumpulkan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Fitra Rion - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -